[Book Review] Pay it Forward – Emma Grace

Posting Komentar
  • Judul : Pay it Forward
  • Penulis : Emma Grace
  • Penyunting : Tri Saputra Sakti
  • Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
  • Cetakan : Ke-1, April 2015
  • Tebal : 256 hlm.
  • Rating : 3.5/5.0
  • Tersedia di bukabuku.com
Tedjas
Astaga, gadis itu sudah gila. Pasti! Gue nggak pernah berminat untuk komentar di status orang di Facebook, apalagi ikut-ikutan dalam permainan apa pun. Tapi, gadis itu bilang apa tadi? Pay It Forward? Cih, permainan apa itu?

Gitta
Aku nggak pernah mengira bisa membenci seorang pria,seperti aku membenci Tedjas. Sejak pertama bertemu, dia selalu bersikap menyebalkan. Seakan belum cukup, dia juga menghinaku habis-habisan di depan banyak orang. Semakin jauh jarak terbentang di antara kami, itu semakin baik! Itu yang Tedjas dan Gitta pikirkan. Tapi ketika rasa cinta menggedor semakin kuat, sanggupkah mereka berdua tetap berpura-pura bahwa kedekatan itu tak pernah nyata?

"Kisah romansa dan keluarga dengan konsep yang unik.Eksekusinya apik, membuat kita tak ingin berhenti membaca. Dan ini juga merupakan cerita yang memberikan kehangatan di hati lewat hal-hal sederhana yang diungkapnya."–Winna Efendi, novelis–

Pay it Forward adalah sebuah permainan dimana kebaikan yang kau terima akan kau teruskan dan kau berikan kepada orang lain, alih-alih mengembalikan perbuatan baik tersebut kepada pemberinya.

Awalnya Anggita Nathanael hanya iseng ketika mengikuti sebuah permainan Pay it Forward yang diadakan oleh salah seorang temannya di facebook. Gitta--yang memang seorang yang taat pada aturan--akhirnya meneruskan permainan tersebut setelah ia dinyatakan sebagai salah satu dari tiga peserta yang beruntung yang akan mendapatkan kejutan dari orang yang mengadakan permainan tersebut. Dan saat itulah ia berhubungan kembali dengan Tedjas Hadikusuma--teman sekampus Gitta yang hampir mengacaukan masa orientasi Gitta dulu.
"Kalau lo mau berbuat sesuatu, pikirin dulu akibatnya. Dan kalau lo udah memutuskan untuk ikut dalam suatu permainan apa pun, itu artinya lo harus commit untuk menyelesaikan tugas itu sampai selesai." (hlm. 55)

Tedjas dikenal sebagai mahasiswa tukang bikin onar, anti sosial dan tukang bolos kuliah yang entah bagaimana caranya ia masih belum dikeluarkan dari kampusnya. Karena reputasinya yang buruk dan pengalaman satu kelompok dengannya yang tidak menyenangkan itulah Gitta enggan berhubungan lagi dengannya. Merasa bertanggung jawab, mau tak mau Gitta mendatangi Tedjas setelah ia menyatakan Tedjas sebagai peserta yang beruntung dan meminta alamat rumahnya melalui pesan di facebook namun tidak juga mendapat respon darinya.

Selama ini Gitta selalu berpikir jika Tedjas adalah anak orang kaya yang mempunyai koneksi di kampusnya sehingga tidak pernah kena DO. Namun saat mengunjungi rumah Tedjas yang ternyata jauh dari bayangannya, sejak saat itulah pikiran negatif Gitta tentang Tedjas berubah.
Setiap orang punya hantunya masing-masing.
Pada sebagian orang, hantu itu bisa berupa ketakutan. Sebagian yang lain, hantu itu berupa kekhawatiran akan masa depan atau mungkin kenangan buruk akan peristiwa masa lalu yang tak pernah bisa mereka enyahkan dari ingatan. (hlm. 61)

Di rumahnya, Gitta adalah putri tunggal dari seorang direktur salah satu penerbitan terkenal di Jakarta. Ibunya telah lama meninggal sesaat setelah melahirkannya. GItta tak pernah tahu seperti apa sosok Ibunya. Ayahnya seperti membatasi Gitta tentang kenangan seperti apa sosok yang melahirkannya tersebut. Hingga suatu hari Gitta menguping pembicaraan Ayah dan Neneknya tentang kartu-kartu ucapan yang dikirimkan oleh nenek dari pihak Ibu Gitta yang tak pernah sampai di tangannya.

Karena hal tersebut, hubungan Gitta dan Ayahnya merenggang. Gitta merasa dibohongi selama bertahun-tahun tentang keluarga dari pihak Ibunya. Dan sejak saat itu Gitta bertekad untuk menemukan Oma Lily, untuk mencaritahu tentang sosok Ibunya.

Bisakah Gitta menemukan Oma Lily? Bisakah Gitta berdamai dengan Tedjas dan juga Ayahnya pada akhirnya? Lalu, kebahagiaan apakah yang akan ia terima dalam permainan Pay it Forward tersebut?

***

Pertama kali baca judul dan penulis Pay it Forward ini aku kira kalo ini merupakan novel terjemahan. Tapi pas lihat lagi label Young Adult yang diselipin di sampul depan, emang ternyata bukan ya. hihi.

Meskipun ini kali pertama aku membaca karya Kak Emma, aku cukup suka dengan gaya penulisannya yang tidak monoton. Alur ceritanya pun menurutku sudah mengalir dengan pas, tidak terkesan terlalu lambat ataupun terlalu cepat. Hanya saja ada beberapa adegan yang terkesan plothole walaupun masih bisa diabaikan dan tidak terlalu mengganggu jalannya cerita.

Tema YA yang diangkat penulis pun cukup terasa saat membaca permasalahan yang dihadapi Gitta dan juga Tedjas. Penggunaan sudut pandang orang ketiganya pun memang pas jika ingin digunakan untuk mengetahui kepribadian sebenarnya para tokoh dalam cerita.

Sempet dibikin kaget pas udah sampai klimaks ternyata masih ada lagi masalah yang muncul, padahal halaman yang tersisa tinggal beberapa lembar lagi. Sempat khawatir kalo ceritanya bakal dibikin gantung. Untungnya sih bisa berakhir dengan manis dan nggak bikin kecewa.
"Pada waktu yang dibutuhkan, pikiran selalu berhasil menemukan sejuta cara kreatif untuk mencari solusi. Jadi, nggak usah khawatir." (hlm. 123)

"..., cinta itu seperti kamu menaiki roller coaster. Ada saat kamu naik dan turun. Satu saat kamu akan ada di puncak kebahagiaan, tapi bukan tak mungkin di saat yang lain kamu terhempas ke jurang. Percayalah dengan orang yang tepat, perjalanan itu akan mengasyikkan." (hlm. 207)

Related Posts

Posting Komentar